Minggu, 24 November 2013

makalah ahlul baghi dan murtad

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kaum Bughat atau Ahlul Baghi pertama kali muncul pada masa Ali bin Abu Thalib menjadi khalifah, yaitu sesudah khalifah Ustman bin Affan meninggal dunia. Segolongan kaum muslimin yang berlainan faham dan politik nya dalam menjalankan roda pemerintahan, lalu menentang pemerintahan khalifah ali bin abu thalib dan menyatakan keluar dari pemerintahan itu. Kaum inilah yang dinamakan kaum khawarij, artinya keluar dari pemerintah.
Menurut riwayat, jumlah kaum khawarij pada waktu itu adalah kira-kira 8000 orang. Khalifah ali mengutus ibnu abbas kepada mereka untuk berunding, setelah berunding dan bertukar pikiran, 4000 orang diantara mereka kembali masuk ke dalam pemerintahan, sedang yang 4000 lagi masih tetap menjadi gerombolan. Dalam suatu negara yang berdasarkan Islam, gerombolan seperti itu wajiblah diperangi.
Selain Ahlul Baghi atau disebut juga dengan Bughat, hal yang sangat dilarang oleh agama yaitu murtad. Murtad secara jelas dalam al-Quran dan al-Sunnah dilarang. Pada mulanya, agama itu merupakan asan sebuah negara. Asas negara pada abad pertengahan berbeda dengan asas negara modern. Pada abad pertengahan pemikiran tentang suatu negara belum jelas dan tertata, ketika itu agama merupakan pondasi negara, sebagaimana agama merupakan lambang kebangsaan atau nasionalisme.
Di daerah Timur, Islam merupakan negara sedangkan di Barat, Kristen adalah negara. Seorang muslim akan menjadi warga negara di setiap masyarakat muslim atau kelompok muslim, sebagaimana seorang nasrani yang menjadi warga negara atau anggota di masyarakat atau kelompok kristen. Dan kelompok minoritas selalu mendapat perlindungan dari kelompok mayoritas. Maka ketika seseorang yang keluar dari agama ia dianggap telah melakukan pengkhianatan, karena ia dianggap telah bergabung dengan agama musuh mereka, yaitu negara mereka. Karena itu hukuman bagi seorang yang keluar dari Islam adalah sangat berat sebagaimana yang diriwayatkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. bahwa beliau bersabda: Artinya: Tidak dihalalkan darah seorang muslim yang bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Aku Rasulullah kecuali dengan tiga cara yaitu : janda yang berzina, menghilangkan nyawa, dan meninggalkan agamanya untuk memisahkan dari kelompok.
Maka dari latar belakang tersebut di atas, penulis menyusun makalah yang berjudul “Ahlul Baghi atau Bughat dan Murtad”, yang dirumuskan dalam rumusan masalah sebagai berikut.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan Ahlul Baghi dan Murtad?
Mengapa Baghi atau Bughat dan murtad itu dilarang?
Bagaimana tinjauan hadis  tentang Ahlul Baghi dan murtad?

Tujuan Pembahasan
Untuk mengetahui pengertian Ahlul Baghi dan murtad.
Untuk mendeskripsikan dalil-dalil yang berkenaan dengan bughat dan murtad.
Untuk mengetahui kajian hadis tentang ahlul baghi dan  murtad.

Pengertian Ahlul Baghi dan Murtad
Pengertian Ahlul Baghi atau Bughat
Bughat ( بُغَاةٌ ) adalah bentuk jamak  اْلبَاغِيُ , yang merupakan isim fail (kata benda yang menunjukkan pelaku), berasal dari kata بَغى (fi’il madhi), يبْغِيُ  (fi’il mudhari’), dan بُغْيَةً - بَغْيًا بُغَاءً - (mashdar). Kata بَغى mempunyai banyak makna, antara lain طَلَبَ (mencari, menuntut), ظَلَمَ (berbuat zalim), إِعْتَدَى / تَجَاوَزُالْحَدَّ (melampaui batas), dan كَذَبَ (berbohong). 
Dengan demikian, secara bahasa, البَاغِيُ (dengan bentuk jamaknya اَلْبُغَاةُ ) artinya اَلظَّالِمُ (orang yang berbuat zalim), اَلْمُعْتَدِيْ (orang yang melampaui batas), atau اَلظَّالِمُ الْمُسْتَعْلِيْ (orang yang berbuat zalim dan menyombongkan diri). 
Dalam al-Qur'an al-Karim sering kita jumpai kalimat yang berasal dari kata kerja بغى,- يبغي,- بغيا dengan arti yang berbeda-beda. Di antaranya, secara bahasa, bagha artinya melampaui batas dan keterlaluan, seperti dalam firman Allah SWT. QS. Al-Hujurat (49) : 9).
                                    
Artinya : “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al-Hujurat (49) : 9).
Dan kalimat bughat dalam ayat lain artinya, meminta sesuatu yang tidak halal atau melanggar, seperti dalam QS. Al-A’raf (7) : 33.
Arti al-Bughat secara istilah tidak jauh beda dengan arti secara bahasa, meskipun para ulama banyak berbeda pendapat sesuai dengan disiplin ilmunya.
Dalam definisi syar’i –yaitu definisi menurut nash-nash al-Quran dan Al-Sunnah bughat memiliki beragam definisi dalam berbagai mazhab fiqih, meskipun berdekatan maknanya atau ada unsur kesamaannya. Kadang para ulama mendefinisikan bughat secara langsung, kadang mendefinisikan tindakannya, yaitu al-baghy(u) (pemberontakan).
Berikut ini definisi-definisi bughat yang dihimpun oleh Abdul Qadir Audah (1996:673-674), dalam kitabnya At-Tasyri’ Al-Jina`i Al-Islamiy, dan oleh Syekh Ali Belhaj (1984:242-243), dalam kitabnya Fashl Al-Kalam fi Muwajahah Zhulm Al-Hukkam.
Menurut Ulama Hanafiyah.
“Al-Baghy[u] (pemberontakan) adalah keluar dari ketaatan kepada imam (khalifah) yang haq (sah) dengan tanpa [alasan] haq. Dan al-baaghi (bentuk tunggal bughat) adalah orang yang keluar dari ketaatan kepada imam yang haq dengan tanpa haq.” 
Menurut Ulama Malikiyah
“Al-Baghy[u] adalah mencegah diri untuk mentaati orang yang telah sah menjadi imam (khalifah) dalam perkara bukan maksiat dengan menggunakan kekuatan fisik (mughalabah) walaupun karena alasan ta`wil (penafsiran agama).
Dan bughat adalah kelompok (firqah) dari kaum muslimin yang menyalahi imam a’zham (khalifah) atau wakilnya, untuk mencegah hak (imam) yang wajib mereka tunaikan, atau untuk menggantikannya.” 
Menurut Ulama Syafi’iyah
“Bughat adalah kaum muslimin yang menyalahi imam dengan jalan memberontak kepadanya, tidak mentaatinya, atau mencegah hak yang yang seharusnya wajib mereka tunaikan (kepada imam), dengan syarat mereka mempunyai kekuatan (syaukah), ta`wil, dan pemimpin yang ditaati (muthaa’) dalam kelompok tersebut.” 
“Bughat adalah orang-orang yang keluar dari ketaatan dengan ta`wil yang fasid (keliru), yang tidak bisa dipastikan kefasidannya, jika mereka mempunyai kekuatan (syaukah), karena jumlahnya yang banyak atau adanya kekuatan, dan di antara mereka ada pemimpin yang ditaati.” (Asna Al-Mathalib, IV/111).
Jadi menurut ulama Syafi’iyah, bughat itu adalah pemberontakan dari suatu kelompok orang (jama’ah), yang mempunyai kekuatan (syaukah) dan pemimpin yang ditaati (muthaa’), dengan ta`wil yang fasid. 


Menurut Ulama Hanabilah
“Bughat adalah orang-orang memberontak kepada seorang imam –walaupun ia bukan imam yang adil– dengan suatu ta`wil yang diperbolehkan (ta`wil sa`igh), mempunyai kekuatan (syaukah), meskipun tidak mempunyai pemimpin yang ditaati di antara mereka.”
Dari definisi-definisi tersebut, manakah definisi yang kuat (rajih)? Untuk itu perlu dilakukan pengkajian yang teliti. Dengan meneliti definisi-definisi di atas, nampak bahwa perbedaan yang ada disebabkan perbedaansyarat yang harus terpenuhi agar sebuah kelompok itu dapat disebut bughat (‘Audah, 1996:674). Misalnya, menurut ulama Syafi’iyah, syarat bughat haruslah karena ta`wil yang fasid, yaitu mempunyai penafsiran yang salah terhadap nash (Asna Al-Mathalib, IV/111).
Jadi, secara terminologis atau istilah, para ulama mendefinisikannya sebagai berikut : Kelompok umat Islam yang keluar dari ketaatan pemimpin Islam yang sah dengan suatu alasan, menentang hukumnya dengan kekuataan tentara dan senjata. Yang dimaksud keluar dari ketaatan pemimpin Islam yang sah adalah jika mereka tidak menaati perintah imam ketika memerintahkan sesuatu yang benar (hak), seperti perintah membayar zakat, perintah untuk berjihad, dan lain-lain.

Pengertian Murtad
Secara etimologi Murtad berasal dari kata irtadda yang artinya raja’a (kembali), sehingga apabila dikatakan irtadda ‘an diinihi maka artinya orang itu telah kafir setelah memeluk Islam. 
Sedangkan menurut istilah, penulis mengutip pengertian murtad menurut Al Kasani al Hanafi bahwa sudah termasuk murtad orang-orang yang melontarkan kalimat kufur dengan lisan setelah adanya iman, jadi riddah adalah kembalinya seseorang dari keimanan kepada kekufuran.
Sedang menurut Asy-Syarbaini asy-Syafi’i riddah adalah memutuskan atau melepaskan diri dari Islam dengan niat atau pun perbuatan, demikian pula ucapan baik yang berupa olok-olok, penentangan ataupun berbentuk keyakinan.
Dari pengertian dan penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa riddah adalah kembali atau berbaliknya seseorang dari keimanan.
Perbuatannya yang menyebabkan dia kafir atau murtad itu disebut sebagai riddah (kemurtadan). Dengan kata lain adalah menjadi kafir sesudah berislam. Allah SWT. berfirman : 
 ...                       
Artinya : “Barangsiapa diantara kalian yang murtad dari agamanya kemudian mati dalam keadaan kafir maka mereka itulah orang-orang yang terhapus amalannya di dunia dan akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal berada di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah : 217). 

Syarat Ahlul Baghi atau Bughat dan Macam-macam Murtad
Syarat- syarat Ahlul Baghi atau Bughat
Para ulama tentu tidak akan sembarangan dalam menyebut bughat pada kelompok muslim tertentu. Mereka mengacu pada syarat-syarat yang menyebabkan kelompok muslim tertentu dikatakan sebagai bughat. Syarat-syarat tersebut sebagai berikut.
Pertama, adanya pemberontakan kepada khalifah (imam) (al-khuruuj ‘ala al-imam). Hal  ini bisa terjadi misalnya dengan ketidaktaatan mereka kepada khalifah atau menolak hak khalifah yang  mestinya mereka tunaikan kepadanya, semisal membayar zakat. Syarat pertama ini, memang tidak secara sharih (jelas) disebutkan dalam QS. al-Hujurat ayat 9. Akan tetapi, jika kelompok umat Islam yang menentang pemimpinnya memiliki alasan yang benar, seperti menolak kezaliman, KKN, dan lain-lain. tidak termasuk bughat.
Kedua, mempunyai kekuatan yang memungkinkan kelompok bughat untuk mampu melakukan dominasi. Kekuatan ini haruslah sedemikian rupa, sehingga untuk mengajak golongan bughat ini kembali mentaati khalifah, khalifah harus mengerahkan segala kesanggupannya, misalnya mengeluarkan dana besar, menyiapkan pasukan, dan mempersiapkan perang. (Kifayatul Akhyar, II/197).
Kekuatan di sini, sering diungkapkan oleh para fuqaha dengan istilah asy-syaukah, sebab salah satu makna asy-syaukah adalah al-quwwah wa al-ba`s (keduanya berarti kekuatan). 
Syarat kedua ini, dalilnya antara lain dapat dipahami dari ayat tentang bughat (QS. al-Hujurat : 9) pada lafazh وَإِنْ طَائِفَتَان …ِ (jika dua golongan…). Sebab kata طَائِفَةٌ artinya adalah اَلْجَمَاعَةُ (kelompok) dan اَلْفِرْقَةُ (golongan). (Al-Mu’jamul Wasith, hal. 571). Hal ini jelas mengisyaratkan adanya sekumpulan orang yang bersatu, solid, dan akhirnya melahirkan kekuatan. Maka dari itu, Taqiyuddin Al-Husaini dalam Kifayatul Akhyar (II/198) ketika membahas syarat “kekuatan”, beliau mengatakan,”…jika (yang memberontak) itu adalah individu-individu (afraadan), serta mudah mendisiplinkan mereka, maka mereka itu bukanlah bughat.” Dengan demikian, jika ada yang memberontak kepada khalifah, tetapi tidak mempunyai kekuatan, misalnya hanya dilakukan oleh satu atau beberapa individu yang tidak membentuk kekuatan, maka ini tidak disebut bughat.
Ketiga, mengggunakan senjata untuk mewujudkan tujuan-tujuannya, eluarnya para penentang tersebut disertai dengan perlawanan. 
Dalil syarat kedua terdapat dalam ayat tentang bughat, yaitu QS. Al-Hujurat ayat 9, yaitu pada lafazh اقْتَتَلُوا (kedua golongan itu berperang).  Ayat ini mengisyaratkan adanya sarana yang dituntut dalam perang, yaitu senjata (al-silaah). Selain dalil ini, ada dalil lain berupa hadis di mana Nabi SAW. bersabda :
مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السِّلاحَ فَلَيْسَ مِنّاَ 
Artinya : “Barang siapa yang membawa senjata untuk memerangi kami, maka ia bukanlah golongan kami.” 
Oleh karena itu, kelompok yang menentang pemimpin dengan tidak melakukan perlawanan atau senjata tidak disebut bughat.
Macam – macam Riddah
Berbaliknya seorang dari Islam dapat saja dalam bentuk i’tiqad (keyakinan), ucapan dan perbuatan, dan ini sejalan dengan pengertian iman yang juga mencakup keyakinan hati, ucapan lisan dan perbuatan anggota badan. Atau secara rinci bentuk riddah dapat kita jabarkan sebagai berikut:
Riddah dengan sebab ucapan
Seperti contohnya ucapan mencela Allah ta’ala atau Rasul-Nya, menjelek-jelekkan malaikat atau salah seorang rasul. Atau mengaku mengetahui ilmu gaib, mengaku sebagai Nabi, membenarkan orang yang mengaku Nabi. Atau berdoa kepada selain Allah, beristighotsah kepada selain Allah dalam urusan yang hanya dikuasai Allah atau meminta perlindungan kepada selain Allah dalam urusan semacam itu.
Riddah dengan sebab perbuatan
Seperti contohnya melakukan sujud kepada patung, pohon, batu atau kuburan dan menyembelih hewan untuk diperembahkan kepadanya. Atau melempar mushaf di tempat-tempat yang kotor, melakukan prkatek sihir, mempelajari sihir atau mengajarkannya. Atau memutuskan hukum dengan bukan hukum Allah dan meyakini kebolehannya.
Riddah dengan sebab keyakinan
Seperti contohnya meyakini Allah memiliki sekutu, meyakini khamr, zina dan riba sebagai sesuatu yang halal. Atau meyakini roti itu haram. Atau meyakini bahwa sholat itu tidak diwajibkan dan sebagainya. Atau meyakini keharaman sesuatu yang jelas disepakati kehalalannya. Atau meyakini kehalalan sesuatu yang telah disepakati keharamannya.
Riddah dengan sebab keraguan
Seperti meragukan sesuatu yang sudah jelas perkaranya di dalam agama, seperti meragukan diharamkannya syirik, khamr dan zina. Atau meragukan kebenaran risalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau para Nabi yang lain. Atau meragukan kebenaran Nabi tersebut, atau meragukan ajaran Islam. Atau meragukan kecocokan Islam untuk diterapkan pada zaman sekarang ini 

Ayat al-Quran dan Hadis tentang Dilarangnya Bughat dan Murtad
Ayat al-Quran tentang Ahlul Baghi atau Bughat
Hukum bughat menurut Islam adalah haram. Tapi mereka tidak keluar dari ajaran Islam, karena Allah menyebut mukmin pada dua kelompok yang bertikai tersebut, sebagaimana disebutkan dalam surat al-Hujuraat ayat 9. Kelompok muslim yang bughat harus diperangi dan masyarakat wajib mendukung pemimpin dalam memerangi mereka. Dan berhenti memeranginya jika mereka kembali pada ajaran Allah.
Ayat-ayat al-Quran yang diperturunkan di bawah ini menerangkan larangan Allah SWT. kepada umat Islam tentang Bughat. Antara ayat-ayat al-Quran itu adalah :
QS. Al-Hujurat (49) : 9
                                    
Artinya : “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al-Hujurat (49) : 9).
QS. Al-A’raf (7) : 33
               ... 
Artinya : Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, ...” (QS. Al-A’raf (7) : 33).

Ayat al-Quran tentang Murtad
Islam adalah agama yang mudah. Manusia bebas menentukan cara hidup mereka sendiri sama dengan mengikut petunjuk Ilahi atau pun sebaliknya. Tidak ada paksaan untuk memeluk agama Islam. Dalam hal ini, Islam melarang penganutnya mempermainkan agama dengan menukar agama atau menjadi murtad, kerana orang yang bersikap demikian dianggap telah sesat dari jalan yang sebenarnya yang diridhai oleh Allah SWT. yaitu agama Islam.
Ayat-ayat al-Quran yang diperturunkan di bawah ini menerangkan larangan Allah SWT. kepada umat Islam dari menyeleweng terhadap agama Islam. Antara ayat-ayat al-Quran itu adalah :




QS. Al-Baqararah (2) : 108
                      
Artinya : “Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada jaman dahulu? dan Barangsiapa yang menukar iman dengan kekafiran, Maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al-Baqarah (2) : 108).
QS. Ali-imran (3) : 85
                
Artinya : “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali-Imran (3) : 85).

Hadis tentang Ahlul Baghi atau Bughat
Sementara dalam al-Sunnah terdapat beberapa penjelasan terhadap perbuatan Bughat, antara lain adalah sebagai berikut;
Daripada Abdullah bin Umar r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud;

“Siapa yang telah menghulurkan tangan dan hatinya (memberi bai`ah atau kesetiaan) kepada seseorang pemimpin, maka hendaklah dia mentaatinya selagi termampu. Sekiranya datang seorang lain yang coba menentangnya (memerangi pemimpin yang dibai`ah itu) maka pancunglah kepala penentangnya itu”. (Riwayat Muslim).
Daripada Ibn Abbas r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda yang maksudnya ;
“Siapa yang melihat sesuatu perkara yang ia tidak sukai daripada ketuanya maka hendaklah dia bersabar. Sesungguhnya siapa yang berpisah daripada jamaah walaupun sejengkal lalu dia mati maka matinya adalah mati jahiliah”.  (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dari pada `Awf bin Malik al-Asja`i, beliau berkata yang bermaksud :
“Aku dengar Rasulullah s.a.w. bersabda; Sebaik-baik pemimpin kamu ialah yang kamu kasihi mereka dan mereka kasihi kamu, kamu mendoakan mereka dan mereka mendoakan kamu. Seburuk-buruk pemimpin ialah pemimpin yang kamu benci dan mereka bencikan kamu, kamu melaknat mereka dan mereka melaknat kamu. Kami berkata; Wahai Rasulullah s.a.w., bolehkah kami memerangi mereka? Baginda menjawab; Jangan selagi mereka bersembahyang bersama kamu kecuali orang yang diperintah oleh seorang pemimpin yang melakukan maksiat maka hendaklah dia membenci maksiat yang dilakukannya itu dan janganlah sekali-kali kamu mencabut ketaatan”. (Riwayat Muslim dan Ahmad).
Hadis tentang Murtad
Diantara hadis-hadis yang melarang murtad antara lain sebagai berikut.
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنِّي رَسُوْلُ اللهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ : الثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ.
Artinya : “Dari Ibnu Mas’ud radiallahuanhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan bahwa saya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) adalah utusan Allah kecuali dengan tiga sebab : Orang tua yang berzina, membunuh orang lain (dengan sengaja), dan meninggalkan agamanya berpisah dari jamaahnya.” (HR Bukhori dan Muslim).

Hadis-hadis tentang Ahlul Baghi, Murtad dan Hukumanya
Hadis tentang Ahlul Baghi 
Di dalam al-Sunnah terdapat beberapa penjelasan terhadap perbuatan Bughah, antara lain adalah sebagai berikut;
Dari pada Abdullah bin Umar r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud;
“Siapa yang telah menghulurkan tangan dan hatinya (memberi bai`ah atau kesetiaan) kepada seseorang pemimpin, maka hendaklah dia mentaatinya selagi termampu. Sekiranya datang seorang lain yang coba menentangnya (memerangi pemimpin yang dibai`ah itu) maka pancunglah kepala penentangnya itu.” (Riwayat Muslim).
Daripada Ibn Abbas r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda yang maksudnya ;
“Siapa yang melihat sesuatu perkara yang ia tidak sukai daripada ketuanya maka hendaklah dia bersabar. Sesungguhnya siapa yang berpisah daripada jamaah walaupun sejengkal lalu dia mati maka matinya adalah mati jahiliah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Dari pada `Awf bin Malik al-Asja`i, beliau berkata yang bermaksud :
“Aku dengar Rasulullah s.a.w. bersabda; Sebaik-baik pemimpin kamu ialah yang kamu kasihi mereka dan mereka kasihi kamu, kamu mendoakan mereka dan mereka mendoakan kamu. Seburuk-buruk pemimpin ialah pemimpin yang kamu benci dan mereka bencikan kamu, kamu melaknat mereka dan mereka melaknat kamu. Kami berkata; Wahai Rasulullah s.a.w., bolehkah kami memerangi mereka? Baginda menjawab; Jangan selagi mereka bersembahyang bersama kamu kecuali orang yang diperintah oleh seorang pemimpin yang melakukan maksiat maka hendaklah dia membenci maksiat yang dilakukannya itu dan janganlah sekali-kali kamu mencabut ketaatan.” (Riwayat Muslim dan Ahmad).
Daripada Huzayfah bin al-Yaman r.a. berkata yang bermaksud bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda;
“Akan ada selepasku para pemimpin yang tidak mengikut petunjukku dan tidak melakukan sunnahku. Akan ada di kalangan kamu pemimpin yang hatinya seperti hati syaitan dalam jasad manusia. Aku (Huzaifah) bertanya; Bagaimana harus aku lakukan jika aku sempat hidup dalam suasana itu ya Rasulullah. Jawab baginda; Kamu dengar dan taat walaupun dia menyebat kamu dan mengambil harta kamu, hendaklah kamu dengar dan taat.” (Riwayat Muslim, al-Baihaqi dan lain-lain).
Daripada Ubadah bin al-Somit beliau berkata yang bermaksud; 
“Kami telah membaiah Rasulullah s.a.w. untuk dengar dan taat dalam keadaan kami suka atau benci, kami senang atau susah, mengutamakan pemimpin daripada diri kami dan untuk tidak menentang pemimpin melainkan terdapat kekufuran yang jelas hukumnya dalam agama Allah.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).
Daripada Abu Zar bahawa Rasulullah s.a.w. berkata yang bermaksud;
“Wahai Abu Zar, bagaimanakah kamu sekiranya nanti kamu berada di bawah pemimpin yang tamak dan tidak membahagikan harta harta al-fai` ini?. Jawab Abu Zar; Demi Allah yang mengutuskan tuan dengan kebenaran, aku akan pikulkan pedang atas bahuku dan memeranginya sehingga aku bertemu tuan. Baginda pun bersabda; Mahukah jika aku tunjukkan kepadamu yang lebih baik daripada itu? Iaitu engkau bersabar sehingga engkau menemuiku.” (Riwayat Imam Ahmad, dalam sanadnya terdapat perawi bernama Khalid bin Wahaban , Ibnu Hibban menthiqahkannya manakala Abu Hatim pula mengatakannya majhul).

Hukuman bagi Ahlul Baghi
Para ulama telah sepakat bahwa tindakan pemberontakan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslim haruslah ditumpas. Memerangi mereka itu wajib hukumnya, yang mana tindakan mereka itu dapat di pandang sebagai hukuman. Dasar hukum untuk pemberontakan ini yaitu dalam Surat al-Hujuraat ayat 9 : 
                                    
Artinya : “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al-Hujurat (49) : 9).
Ayat itu menjelaskan, jika ada orang mukmin saling bermusuhan, maka jamaah yang memiliki kebijaksanaan wajib segera campur tangan untuk mendamaikannya. Sekiranya salah satu golongan membangkang, tidak mau berdamai atautidak memenuhi ajakan damai, maka golongan itu haruslah diperangi.
Para ahli fiqh sepakat bahwa mereka yang membangkang itu belum keluar dari Islam karena pembangkangannya, berdasarkan ayat al-Quran yang berbunyi, “dua golongan orang-orang mukmin”, dan juga dijelaskan bahwa pemberontakan tidaklah menghilangkan keimanan. Sewaktu Ali ditanyakan apakah mereka (lawan Ali) itu orang musyrik?. Ali berkata bukanlah mereka itu orang musyrik. Apakah mereka itu orang munafik? Ali menjawab : bukan, sebab orang munafik tidak menyebut nama Allah kecuali sekali. Kalau begitu apakah hal mereka itu?. Ali berkata : saudara-saudara kita yang memberontak kepada kita.
Karena itu, Para ulama fiqh berpendapat bahwa:
Mereka yang lari dari golongan itu tidak boleh diperangi,
Orang yang terluka tidak boleh dibunuh,
Harta mereka tidak boleh dijadikan ghonimah,
Istri-istri dan keluarga mereka tidak boleh ditawan,
Segala kerusakan akibat pertempuran tidak boleh dijadikan jaminan, baik itu berbentuk jiwa ataupun harta.
Jika terdapat dari kalangan mereka yang terbunuh, maka wajib dimandikan, dikafankan, dan dishalatkan. Jika yang terbunuh dari golongan adil maka ia menjadi syahid. Tida perlu dimandikan dan dishalatkan karena ia gugur di dalam menegakkan perintah Allah.
Kalau diteliti dari ketentuan al-Quran pad surat al-Hujuraat : 9, tampaklah kedudukan yang sama antara pihak pemberontak dan yang diberontak kedua-duanya disebut golongan mukmin, dan al-Quran memerintah untuk memerangi pihak yang melampaui batas, apakah mereka itu yang memberontak atau yang diberontak. Kalau yang diberontak mempunyai kekuatan dan takwil, dan dalam peperangn kalah, mereka juga diperlakukan seperti pihak pemberontak. Oleh karena itu dalam peristiwa peperangn antara Ali dan Muawiyah para ulama tidak menyebut-nyebut siapakah sebenarnya yang memberontak dari yang diberontak. Keduanya mempunyai kekuatan dan takwil.
Secara yuridis formil Ali adalah kholifah sebab ia dipilih dalam suatu bai;ah, dan kaenanya wajib dipatuhi. Tetapi secara yuridis formil pula Muawiyah memppunyai takwil tidak mematuhi Ali sebab Ali tidak mau mengusut siapa pembunuh Ustman, jadi perkembangan sejarahlah yang menentukan dalam hal seperti tersebut diatas.
Ulama Hanafi tidak menggolongkan pemberontaka itu termasuk hudud, karena kalau diperhatikan tindak-tindak hukum yang dikenakan pada para pemberontak ternyata tidak ada ketentuan hukum haad pada mereka, hanya memerangi mereka sehingga mau kembali taat.
Nufiq dalam blognya nuffqab-nuffiq.blogspot.com mengungkapakan bahwa kelompok muslim yang bughat harus diperangi dan masyarakat wajib mendukung pemimpin dalam memerangi mereka. Dan berhenti memeranginya jika mereka kembali pada ajaran Allah. Disebutkan dalam hadis, berkata Rasul SAW. kepada Ibnu Mas’ud, “Tahukah kamu hukum Allah pada orang yang menentang (bughat) dari umat ini”? Ibnu Mas’ud menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.”
Rasul SAW. bersabda: “Hukum Allah kepada mereka, orang-orang yang lari jangan dikejar, tidak boleh dibunuh tawanannya, dan tidak dianiaya orang-orang yang luka,” (HR Hakim).
Berkata Ash-Shan’ani, pengarang kitab Subulus Salam, “Jika sekelompok umat Islam memisahkan dari pemerintah tetapi tidak keluar memerangi pemerintah, maka dibiarkan saja. Karena berbeda pendapat dengan pemimpin tidak boleh diperangi.”
Hadis tentang Murtad 

عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنِّي رَسُوْلُ اللهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ : الثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ.
Artinya : “Dari Ibnu Mas’ud radiallahuanhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan bahwa saya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) adalah utusan Allah kecuali dengan tiga sebab : Orang tua yang berzina, membunuh orang lain (dengan sengaja), dan meninggalkan agamanya berpisah dari jamaahnya.” (HR Bukhori dan Muslim).
Pelajaran yang Terdapat Dalam Hadis
Tidak boleh menumpahkan darah kaum muslimin kecuali dengan tiga sebab, yaitu : zina muhshon (orang yang sudah menikah), membunuh manusia dengan sengaja dan meninggalkan agamanya (murtad) berpisah dari jamaah kaum muslimin.
Islam sangat menjaga kehormatan, nyawa dan agama dengan menjatuhkan hukuman mati kepada mereka yang mengganggunya seperti dengan melakukan zina, pembunuhan dan murtad.
Sesungguhnya agama yang disepakati adalah yang dipegang oleh jamaah kaum muslimin, maka wajib dijaga dan tidak boleh keluar darinya.
Hukum pidana dalam Islam sangat keras, hal itu bertujuan untuk mencegah (preventif) dan melindungi.
Pendidikan bagi masyarakat untuk takut kepada Allah ta’ala dan selalu merasa terawasi oleh-Nya dan keadaan tersembunyi atau terbuka sebelum dilaksanakannya hukuman.
Hadits diatas menunjukkan pentingnya menjaga kehormatan dan kesucian.
Dalam hadits tersebut merupakan ancaman bagi siapa yang membunuh manusia yang diharamkan oleh Allah ta’ala.
عَنْ عِكْرَمَةَ قَال:أُتِىَ علَىٌ رَضِىَ اْللهُ عَنْهُ بِزَنَادِقَةٍ,فَأَحْرَقَهُمْ, فَبَلَغَ ذَلِكَ اِبْنُ عَبَّا سٍ, فَقَالَ: لَوْ كُنْتُ اَناَ لَمْ أُحَرِّقْهُمْ,لَنَهَى رَسُولُ للهِ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَالِهِ وَسَلَّمْ, قَالَ:(لَا تُعَذِّبُوْا بِعَذَاْ بِ اللهِ) وَلَقَتَلْتُهُمْ,لِقَوْلِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَأَلِهِ وَسَلَّمَ,(مَنْ بَدَّل دِيْنَهُ فَاقْتُلُوْهُ)
Artinya : “Kepada ali dibawa beberapa orang zindiq*. Dan ali membakar mereka. Kabar itu sampai ketelinga ibnu abbas, dan dia berkata: sekiranya aku yang harus menghukum, aku tidak akan membakar mereka, karena rasulullah melarangnya. Dia berkata: janganlah memaksa dengan siksaan Allah. Aku hanya akan membunuh mereka, menginggat sabda rasulullah saw.: “ mereka yang menukar agamanya,bunuhlah mereka”. (H.R. al-Jamaah, selain muslim; Al-muntaqa II:745).
Para ulama mengatakan, bahwa zhahir hadist ini menyatakan, bahwa mereka yang keluar dari agama Islam dibunuh. Dikecualikan jika mereka menukar agamanya tanpa diketahui orang (menukar agama secara batin). Terhadap mereka diterapkan syariat yang berlaku terhadap pemeluk islam. Pengecualian juga berlaku terhadap mereka yang harus menukar agamanya karena dipaksa.

Hukuman bagi Orang Murtad
Hukuman bagi orang murtad adalah dikenakan hukuman bunuh (mati) tentunya setelah melalui proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan penetapan oleh Mahkamah Syar’iyah. Shahibul Fatwa berkata: “Sesungguhnya jikalau pelaku murtad itu tidak dihukum mati maka tentu setiap orang yang memeluk Islam akan seenaknya keluar dari Islam. Hukuman (mati) tersebut dilakukan untuk mencegah orang dari main-main dalam agama dan dengan leluasa dan seenaknya keluar dari agamanya.”
Orang murtad yang dihukum mati itu tidak dimandikan, tidak dishalatkan dan tidak dikuburkan di pemakaman kaum muslimin. Di antara dalil yang menunjukkan pensyari’atan hukuman mati bagi orang murtad adalah hadits riwayat Imam al Bukhari, bahwasannya Ali bin Abi Thalib ra pernah menghukum orang zindik dengan cara membakar.
Lalu berita itu sampai kepada Ibnu Abbas ra maka ia berkata: “Kalau saja aku pada tempatmu, maka aku tidak membakar mereka karena larangan Nabi: “Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah.” Dan yang aku lakukan adalah membunuh mereka sebagaimana sabda Rasulullah Saw: “Barang siapa yang mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah ia.”Maksud dari mengganti agama adalah mengganti Islam dengan agama lain, sebab pada dasarnya agama itu hanyalah Islam, sebagaimana firman Allah : 
        ... 
Artinya : “Barang siapa mencari agama selain agama Islam maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) daripadanya.” (Ali Imran (3) : 85).
Para shahabat senantiasa memegang teguh hukum ini, seperti tersebut dalam sebuah riwayat ketika Muadz bin Jabal mengunjungi Abu Musa Al Asy’ari (ketika itu keduanya sama-sama menjadi Amir di Yaman) ia melihat ada seorang laki-laki yang sedang diikat, maka Muadz bertanya: “Siapakah orang ini?” Abu Musa menjawab: “Ia dulu seorang Yahudi, kemudian masuk Islam namun kini berbalik lagi menjadi Yahudi. Abu Musa melanjutkan: “Silakan duduk!” Muadz lalu menjawab: “Tidak! Aku tidak akan duduk sehingga hukum Allah dan Rasul-Nya ditegakkan untuk orang ini,” (ia mengucapkan ini tiga kali). Maka diputuskanlah perkara orang tersebut dan akhirnya dihukum mati. (Riwayat Al Bukhari).
Murtad, menurut Imam Nawawi, adalah orang yang keluar dari agama Islam, mengeluarkan kata-kata atau tindakan kekufuran, dengan disertai niat, baik niatnya mencela, karena kebencian, atau pun berdasarkan keyakinan. Orang yang murtad di beri batas waktu, bisa tiga hari atau pun lebih untuk bertobat. Jika jangka waktu yang diberikan berakhir, sementara yang bersangkutan tetap tidak berubah, maka ia wajib dibunuh.
Jika yang murtad itu merupakan satu komunitas, baik didukung oleh negara kafir atau pun berdiri sendiri, hukumnya juga sama, yaitu wajib diperangi sebagaimana halnya memerangi musuh, bukan seperti memerangi bughat.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Bughat ( بُغَاةٌ ) adalah bentuk jamak  اْلبَاغِيُ , yang merupakan isim fail (kata benda yang menunjukkan pelaku), berasal dari kata بَغى (fi’il madhi), يبْغِيُ  (fi’il mudhari’), dan بُغْيَةً - بَغْيًا بُغَاءً - (mashdar). Kata بَغى mempunyai banyak makna, antara lain طَلَبَ (mencari, menuntut), ظَلَمَ (berbuat zalim), إِعْتَدَى / تَجَاوَزُالْحَدَّ (melampaui batas), dan كَذَبَ (berbohong).
Secara terminologis atau istilah, dapat didefinisikan sebagai kelompok umat Islam yang keluar dari ketaatan pemimpin Islam yang sah dengan suatu alasan, menentang hukumnya dengan kekuataan tentara dan senjata.
Secara etimologi Murtad berasal dari kata irtadda yang artinya raja’a (kembali).
Sedangkan menurut istilah, riddah adalah kembali atau berbaliknya seseorang dari keimanan.
Syarat-syarat bughat tersebut berikut.
Pertama, adanya pemberontakan kepada khalifah (imam) (al-khuruuj ‘ala al-imam).
Kedua, mempunyai kekuatan yang memungkinkan kelompok bughat untuk mampu melakukan dominasi. 
Ketiga, mengggunakan senjata untuk mewujudkan tujuan-tujuannya, eluarnya para penentang tersebut disertai dengan perlawanan.
Macam-macam riddah, sebagai berikut.
Riddah dengan sebab ucapan
Riddah dengan sebab perbuatan
Riddah dengan sebab keyakinan
Riddah dengan sebab keraguan


Ayat-ayat al-Quran tentang Bughat. Antara ayat-ayat al-Quran itu adalah :
QS. Al-Hujurat (49) : 9
                                    
Artinya : “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al-Hujurat (49) : 9).
QS. Al-A’raf (7) : 33
               ... 
Artinya : Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, ...” (QS. Al-A’raf (7) : 33).
Ayat-ayat al-Quran tentang menyeleweng terhadap agama Islam. Antara ayat-ayat al-Quran itu adalah :


QS. Al-Baqararah (2) : 108
                      
Artinya : “Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada jaman dahulu? dan Barangsiapa yang menukar iman dengan kekafiran, Maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al-Baqarah (2) : 108).
QS. Ali-imran (3) : 85
                
Artinya : “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali-Imran (3) : 85).
Hadis tentang Ahlul Baghi atau Bughat
Daripada Abdullah bin Umar r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud;
“Siapa yang telah menghulurkan tangan dan hatinya (memberi bai`ah atau kesetiaan) kepada seseorang pemimpin, maka hendaklah dia mentaatinya selagi termampu. Sekiranya datang seorang lain yang coba menentangnya (memerangi pemimpin yang dibai`ah itu) maka pancunglah kepala penentangnya itu”. (Riwayat Muslim).
Diantara hadis-hadis yang melarang murtad antara lain sebagai berikut.
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنِّي رَسُوْلُ اللهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ : الثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ.
Artinya : “Dari Ibnu Mas’ud radiallahuanhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan bahwa saya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) adalah utusan Allah kecuali dengan tiga sebab : Orang tua yang berzina, membunuh orang lain (dengan sengaja), dan meninggalkan agamanya berpisah dari jamaahnya.” (HR Bukhori dan Muslim).
Para ulama telah sepakat bahwa tindakan pemberontakan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslim haruslah ditumpas. Memerangi mereka itu wajib hukumnya, yang mana tindakan mereka itu dapat dipandang sebagai hukuman.
Hukuman bagi orang murtad adalah dikenakan hukuman bunuh (mati) tentunya setelah melalui proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan penetapan oleh Mahkamah Syar’iyah.
Saran

DAFTAR PUSTAKA
Al-Ahkam As-Sulthoniyah, Al Mawardi hal: 104 (ed. Tarjamah ). Al-Qaulul Qoti’ fiiman Imtana’aAnisy  Syaroi’,  ‘Ishom Darbalah dan ‘Ashim Abdul Majid hal: 23.
Al-Anshari, Zakariya. Tanpa Tahun. Fathul Wahhab. Juz II. (Indonesia : Dar Ihya` Al-Kutub Al-Arabiyah).
 Al-Husaini, Taqiyuddin. Tanpa Tahun. Kifayatul Akhyar. Juz II. (Semarang : Mathba’ah Toha Putera).
Ali, Attabik & Ahmad Zuhdi Muhdlor. 1998, Kamus Kontemporer Arab Indonesia. Cet. Ke-3. (Yogyakarta : Yayasan Ali Maksum PP Krapyak)
Al-Majmu’ Syarhul Muhadzab, An-Nawawi:  XX/391
Anis, Ibrahim et.al. 1972. Al-Mu’jamul Wasith. Cet. Ke-2. (Kairo : Darul Ma’arif)
Asy-Syirazi, Abu Ishaq. Tanpa Tahun. Al-Muhadzdzab. (Semarang : Mathba’ah Toha Putera).
Audah, Abdul Qadir. 1996. At-Tasyri’ Al-Jina`i Al-Islami. Cet. Ke-11. (Beirut : Muassah Ar-Risalah)
HR. Bukhari Kitabul Fitan no. 7056,  Muslim Kitabul Imarah no. 4771.  Lihat Al-Imamatul ‘Udzma hal.500-501.
Munawwir, Ahmad Warson. 1984. Kamus Al-Munawwir. Cet. Ke-1. (Yogyakarta : PP. Al-Munawwir Krapyak).
Shan’ani. Tanpa Tahun. Subulus Salam. (Bandung : Maktabah Dahlan)
Wardi Muslich. Ahmad, Drs, H, Hukum Pidana Islam, Jakarta, 2005

LINK INTERNET
http://fkimuikabogor.wordpress.com/2011/08/14/b-u-g-h-a-t-pemberontak-dalam-khazanah-fiqih-islam/
http://khilafah1924.org
http://ms.wikipedia.org/wiki/Bughat
http://nuffqab-nuffiq.blogspot.com/2008/12/definisi-bughat.html
http://zanikhan.multiply.com/profile



Tidak ada komentar:

Posting Komentar